Jumat, 03 Mei 2013

Teori Kepribadian Abraham Maslow

1) Individu sebagai Kesatuan Terpadu
Pertama-tama Maslow menekankan bahwa individu merupakan kesatuan yang terpadu dan terorganisasi, sehingga motivasi seseorang dalam melakukan sesuatu adalah motivsi individu seutuhnya bukan bagian darinya.[1] Menurut maslow manusia harus diselidiki sebagai sesuatu yang totalitas, sebagai suatu system, setiap bagian tidak dapat dipisahkan dengan bagian yang lain.[2] Pernyataan ini hampir menjadi aksioma yang diterima oleh semua orang, yang kemudian sering dilupakan dan diabaikan tatkala seseorang melakukan penelitian. Penting sekali untuk selalu disadarkan kembali hal ini sebelum seseorang melakukan eksperimen atau menyusun suatu teori motivasi yang sehat.
2) Hirarki Kebutuhan
Maslow mengembangkan teori tentang bagaimana semua motivasi saling berkaitan. Ia menyebut teorinya sebagai “hirarki kebutuhan”. Kebutuhan ini mempunyai tingkat yang berbeda-beda. Ketika satu tingkat kebutuhan terpenuhi atau mendominasi, orang tidak lagi mendapat motivasi dari kebutuhan tersebut.. Maslow membuat tingkatan kebutuhan manusia menjadi lima karakteristik. sebagai berikut:
a. Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, seks, tidur, istirahat, dan udara. Seseorang yang mengalami kekurangan makanan, harga diri, dan cinta, pertama-tama akan mencari makanan terlebih dahulu. Bagi orang yang berada dalam keadaan lapar berat dan membahayakan, tak ada minat lain kecuali makanan. Tidak diragukan lagi bahwa kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan yang paling kuat dan mendesak. Ini berarti bahwa pada diri manusia yang sangat merasa kekurangan segala-galanya dalam kehidupannya, besar sekali kemungkinan bahwa motivasi yang paling besar ialah kebutuhan fisiologis dan bukan yang lain-lainnya. Dengan kata lain, seorang individu yang melarat kehidupannya, mungkin sekali akan selalu termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan ini
b. Kebutuhan akan rasa aman
Setelah kebutuhan dasariah terpuaskan, muncullah apa yang digambarkan Maslow sebagai kebutuhan akan rasa aman atau keselamatan. Kebutuhan ini menampilkan diri dalam kategori kebutuhan akan kemantapan, perlindungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan, kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, dan sebagainya. Kebutuhan ini dapat kita amati pada seorang anak. Biasanya seorang anak membutuhkan suatu dunia atau lingkungan yang dapat diramalkan. Seorang anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika hal-hal itu tidak ditemukan maka ia akan menjadi cemas dan merasa tidak aman. Orang yang merasa tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan tidak diharapkan. Untuk pribadi yang sehat, kebutuhan rasa aman tidak berlebih-lebihan atau selalu mendesak. Kebanyakan diantara kita ini tidak menyerah atau sama sekali tunduk kepada kebutuhan-kebutuhan rasa aman, tetapi dalam pada itu juga kita merasa tidak puas kalau jaminan dan stabilitas sama sekali tidak ada.
c. Kebutuhan sosial
Setelah terpuaskan kebutuhan akan rasa aman, maka kebutuhan sosial yang mencakup kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki, saling percaya, cinta, dan kasih sayang akan menjadi motivator penting bagi perilaku. Pada tingkat kebutuhan ini,belum pernah sebelumnya, orang akan sangat merasakan tiadanya seorang sahabat, kekasih, isteri, suami, atau anak-anak. Ia haus akan relasi yang penuh arti dan penuh kasih dengan orang lain pada umumnya. Ia membutuhkan terutama tempat (peranan) di tengah kelompok atau lingkungannya, dan akan berusaha keras untuk mencapai dan mempertahankannya. Orang di posisi kebutuhan ini bahkan mungkin telah lupa bahwa tatkala masih memuaskan kebutuhan akan makanan, ia pernah meremehkan cinta sebagai hal yang tidak nyata, tidak perlu, dan tidak penting. Sekarang ia akan sangat merasakan perihnya rasa kesepian itu, pengucilan sosial, penolakan, tiadanya keramahan, dan keadaan yang tak menentu.
Maslow percaya bahwa makin lama makin sulit memuaskan kebutuhan akan memiliki dan cinta kerena mobilitas kita.begitu sering kita berganti rumah, tetangga, kota, bahkan pathner, sehingga kita tidak dapat berakar. Kita tidak cukup lama berada disuatu tempat untuk mengembangkan perasaan yang memiliki. Banyak orang dewasa merasakan kesepian dan terisolasi, meskipum mereka hidup ditengah-tengah orang banyak.
d. Kebutuhan akan penghargaan
Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi kebutuhan akan penghargaan secara internal dan eksternal. Yang pertama (internal) mencakup kebutuhan akan harga diri, kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan (kemerdekaan). Yang kedua (eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain, prestise, pengakuan, penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan, apresiasi atau nama baik. Orang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri. Dengan demikian ia akan lebih berpotensi dan produktif. Sebaliknya harga diri yang kurang akan menyebabkan rasa rendah diri, rasa tidak berdaya, bahkan rasa putus asa serta perilaku yang neurotik. Kebebasan atau kemerdekaan pada tingkat kebutuhan ini adalah kebutuhan akan rasa ketidakterikatan oleh hal-hal yang menghambat perwujudan diri. Kebutuhan ini tidak bisa ditukar dengan sebungkus nasi goreng atau sejumlah uang karena kebutuhan akan hal-hal itu telah terpuaskan.
e. Kebutuhan akan aktualisasi diri
Menurut Maslow, setiap orang harus berkembang sepenuh kemampuannya. Kebutuhan manusia untuk tumbuh berkembang, dan menggunakan kemampuannya disebut oleh Maslow sebagai aktualisasi diri. Maslow juga menyebut aktualisasi diri sebagai hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuan sendiri, menjadi apa menurut kemampuan yang dimiliki. Kebutuhan akan aktualisasi diri ini biasanya muncul setelah kebutuhan akan cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara memadai. Kebutuhan akan aktualisasi diri ini merupakan aspek terpenting dalam teori motivasi Maslow. Dewasa ini bahkan sejumlah pemikir menjadikan kebutuhan ini sebagai titik tolak prioritas untuk membina manusia berkepribadian unggul. Belakangan ini muncul gagasan tentang perlunya jembatan antara kemampuan majanerial secara ekonomis dengan kedalaman spiritual. Manajer yang diharapkan adalah pemimpin yang handal tanpa melupakan sisi kerohanian. Dalam konteks ini, piramida kebutuhan Maslow yang berangkat dari titik tolak kebutuhan fisiologis hingga aktualisasi diri diputarbalikkan. Dengan demikian perilaku organisme yang diharapkan bukanlah perilaku yang rakus dan terus-menerus mengejar pemuasan kebutuhan, melainkan perilaku yang lebih suka memahami daripada dipahami, memberi daripada menerima.
Konsep yang mendasar bagi teori maslow adalah manusia di motivasikan oleh sejumlah kebutuhan dasar yang bersifat sama untuk seluruh spesies, tidak berubah dan berasal dari sumber genetis atau naluriah. Kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak semata-mata bersifat fisiologis tetapi juga psikologis. Kebutuhan-kebutuhan itu merupakan inti dari kodrat manusia, hanya saja manusia lemah dan mudah diselewengkan dan dikuasai oleh proses belajar, kebiasaan atau tradisi yang keliru. Kebutuhan-kebutuhan itu adalah aspek instrinsik kodrat manusia yang tidak akan mati karena kebudayaan. Suatu kebutuhan dapat dikatakan sebagai kebutuhan dasar jika memenuhi syarat sebagai berikut :
1. ketidak-hadirannya menimbulkan penyakit
2. kehadirannya mencegah timbulnya penyakit
3. pemulihannya menyembuhkan penyakit
4. dalam situasi tertentu yang sangat komplek dan dimana orang bebas memilih, orang yang sedang berkekurangan ternyata mengutamakan kebutuhan itu dibandingkan jenis-jenis kepuasan lainnya.
5. Kebutuhan itu tidak aktif, lemah atau secara fungsional tidak terdapat pada orang yang sehat.
Suatu catatan yang diberikan oleh Maslow bahwa meskipun kebutuhan manusia bertingkat-tingkat, namun jangan terlalu kaku menanggapinya, mungkin saja orang yang belum terpenuhi kebutuhan makanannya juga menginginkan rasa aman, atau orang yang belum sempurna rasa amannya juga menginginkan kasih sayang atau orang pada tingkat rendah mungkin akan terpuaskan hanya dengan makanan saja dan seterusnya.[3]
3). Kepribadian sehat menurut Maslow
Maslow berpendapat bahwa seseorang akan memiliki kepribadian yang sehat, apabila dia telah mampu untuk mengaktualisasikan dirinya secara penuh (self actualizing person). Dia mengemukakan teori motivasi bagi self actualizinga-needs person, dengan nama metamotivation, meta-needs B-motivation, atau being values (kebutuhan untuk berkembang). Sementara motivasi bagi orang yang tidak mampu mengaktualisasikan dirinya dinamai D-motivation atau deficiency.Di bawah ini ciri-ciri dari metaneeds dan metapologi
Metanees :Sikap percaya,Bijak dan baik,Indah (estetis),Kesatuan (menyeluruh),Energik dan optimis,Pasti,Lengkap,Adil dan altruis,Berani,Sederhana (simple)
Metapologis :tidak percaya, sinis dan skeptic,benci dan memuakkan,vulgar dan mati rasa,disintegrasi,kehilangan semangat hidup,pasif dan pesimis,kacau dan tidak dapat diprediksi,tidak lengkap dan tidak tuntas,suka marah-marah, tidak adil dan egois,rasa tidak aman dan memerlukan bantuan,sangat komplek dan membingungkan
Mengenai self-actualizing person,atau orang yang sehat mentalnya, Maslow mengemukakanciri-cirinya sebagaiberikut.
1) Mempersepsi kehidupan atau dunianya sebagaimana apa adanya, dan merasa nyaman dalam menjalaninya
2) Menerima dirinya sendiri, orang laindan lingkungannya.
3) Bersikap spontan, sederhana, alami, bersikap jujr, tidak dibuat-buat dan terbuka.
4) Mempunyai komitmen atau dedikasi untuk memecahkan masalah di luar dirinya (yang dialami orang lain).
5) Bersikap mandiri atau independen.
6) Memiliki apresiasi yang segar terhadap lingkungan di sekitarnya
7) Mencapai puncak pengalaman, yaitu suatu keadaan dimana seseorang mengalami kegembiraan yang luar biasa. Pengalaman ini cenderung lebih bersifat mistik atau keagamaan
8) Memiliki minat social, simpati, empati dan altruis
9) Sangat senang menjalin hubungan interpersonal (persahabatan atau persaudaraan) dengan orang lain
10) Bersikap demokratis (toleran, tidak rasialis, dan terbuka)
11) Kreatif (fleksibel, spontan, terbuka dan tidak takut salah).

Pandangan maslow tentang hakikat manusia yaitu manusia bersifat optimistik, bebas berkehendak, sadar dalam memilih, unik, dapat mengatasi pengalaman masa kecil, dan baik. Menurut dia kepribadian itu dipengaruhi oleh hereditas dan lingkungan. Dalam kaitannya dengan peran lingkungan, khususnya di sekolah dalam mengembangkan self-actualization, Maslow mengemukakan beberapa upaya yang sebaiknya membantu siswa menemukan identitasnya (jati dirinya) sendiri. Diantaranya:
1) Membantu siswa untuk mengeksplorasi pekerjaan
2) Membantu siswa untuk memehami keterbatasan (nasib) dirinya
3) Membantu siswa untuk memperoleh pemahaman tentang nilai nilai
4) Membantu siswa agar memahami bahwa hidup ini berharga
5) Mendorng siswa agar mencapai pengalaman puncak dalam kehidupannya
6) Memfasilitasi siswa agar dapat memuaskan kebutuhan dasarnya (rasa aman, rasa berharga, dan rasa diakui).

Tidak ada komentar :

Posting Komentar