dapat pembahasan yang menarik nih untuk malam pertama ramadhan... tapi maaf jika bahasa arabnya tidak bisa di copas..
Bagaimanakah hukumnya orang yang shalat tarawieh, apabila tiap-tiap sudah memberi salam terus imam atau bilal membaca selawat Nabi, dengan sequat-quat suaranya tiga kali, serta membaca bermacam-macam selawat. Ma'mumpun juga membalas sebagaimana imam tadi dengan suara yang keras juga. Adakah ini sudah pernah dijalankan oleh Nabi atau Shahabat-shahabatnya ?
J A W A B :
Dipertanyaan ini ada dua perkara yang keluar dari garisan yang dibataskan oleh Tuhan Allah dan Nabi s.a.w.
1. Membaca selawat yang artinya mendo'akan Nabi kepada Allah itu baik, tetapi barang baik itu bisa menjadi buruk jika dikerjakan tidak menurut kemestiannya dan diperaktekkan bukan di tempatnya.
Baca selawat itu do'a, padahal do'a itu tidak boleh dikerjakan melainkan dengan perlahan, oleh karena Allah telah berfirman demikian bunyinya :
Artinya : Berdo'alah kepada Tuhan kamu dengan merendahkan diri dan dengan perlahan, karena sesungguhnya Allah itu tidak suka kepada orang-orang meliwati batas.
(Q. Al-A'raf, 55).
Ada lagi firman yang berhubungan dengan ini :
Artinya : Dan ingatlah (dan sebutlah) Tuhanmu dengan merendahkan diri serta takut dan dengan suara yang tidak keras.
(Q. Al-A'raf, 205).
Dengan keterangan Ayat ini, kita bisa mengetahui, bahwa Allah itu tidak suka kepada orang yang melanggar batas, ya'ni orang yang mendo'a dengan nyaring dan keras. Dan memang sebab turunnya Ayat ini berhubungan dengan keadaan orangorang yang mendo'a dengan keras. Lihatlah Hadiets yang berikut ini :
Artinya : Telah berkata Abu Musa Al-Asy'arie : Bahwa orang-orang pernah berdo'a dengan menyaringkan suara, maka Rasulullah s.a.w. berkata : „Hai manusia ! Kasihanilah diri-diri kamu, karena sesungguhnya kamu itu bukan berdo'a kepada (Dzat) yang tuli dan jauh, tetapi yang kamu seru itu ialah (Dzat) yang Maha mendengar dan dekat.
(H.S.R. Bukharie dan Muslim).
Sekarang tentu timbul pertanyaan dari saudara pembaca : Betapakah orang-orang, lebih-lebih kiyahi-kiyahi, ada menggunakan do'a secara yang tidak disukai oleh Allah dan RasulNya ?
Kami jawab : Boleh jadi mereka itu menganggap, bahwa lantaran Qur-an dan Hadiets itu cuma buat orang-orang yang di zaman dahulu saja ; atau boleh jadi mereka menganggap, bahwa kitab Qur-an itu kurang sempurna, atau Nabi kita s.a.w. itu kurang sempurna tentang menerangkan Agama kepada kita. Pendek kata, bahwa orang yang tidak suka menurut Allah dan RasulNya, melainkan suka menuruti hawa nafsunya sendiri itu, sebagai orang yang akan mengajar kepada Tuhan Allah, dan Allah telah berfirman kepada orang-orang yang begitu macam :
Artinya : Apakah kamu akan mengajar Allah dengan agama (perbuatan) kamu, padahal Allah mengetahui apa yang ada di langit-langit dan apa yang ada di bumi ?
(Q. Al-Hujurat, 16).
Apa yang harus kita katakan kepada orang yang akan mengajar Tuhan itu, terserah penjawabannya kepada saudara pembaca. Maka dari itu, apabila kita tiada suka dikatakan apa yang tidak mengenakkan, janganlah kita melanggar perintah Tuhan dan perjalanan junjungan kita nabi Muhammad s.a.w. Kemudian apabila kita berdo'a supaya berdo'a dengan perlahan agar kita tidak diperhubungkan dengan qaum yang tersebut di Hadiets ini :
Artinya : Telah berkata Sa'd : Saya telah mendengar daripada Rasulullah s.a.w., bahwa beliau itu bersabda : „Sesungguhnya akan ada satu qaum yang melanggar batas di dalam berdo'a".
(H.S.R. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah),
ada lagi :
Artinya : Telah berkata lbnu Mughaffal Saya pernah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda : „Sesungguhnya akan ada di ummat ini satu qaum yang melanggar batas tentang (hal) bersuci dan mendo'a".
(H.S.R. Baghawie).
Dan Tuhan Allah telah memberi gelaran keldai kepada orang yang berdo'a dengan suara nyaring.
FirmanNya :
Artinya : Dan perlahankanlah suaramu, oleh karena sejelekjeleknya suara itu suara himar.
(Q. Luqman 19).
2. Adapun selawat dan lain-lain yang dibaca oleh imam dan sekalian ma'mum di tiap-tiap sedang salam dari shalat tarawieh dengan nyaring atau perlahan itu, tidak dijalankan oleh Nabi s.a.w. dan tidak pula oleh shahabatnya, dan begitu juga imam-imam yang empat tidak pernah perintah kepada seorangpun juga supaya menjalankan demikian, dan tidak dijalankan pula oleh 'ulama'-'ulama' Ahlul-liadiets. Maka dari itu, kami berani mengatakan, bahwa perbuatan itu bid'ah.
Kalau sekiranya perkara itu sunnah, tentulah ada dijalankan oleh Shahabatnya atau orang-orang yang di bawah mereka.
Dengarlah Hadiets yang patut kita buat pedoman pada menjalankan 'ibadat :
Artinya : Telah berkata Ibnu Mas'ud : Bahwa sesungguhnya Nabi s.a.w. ada pernah berkata : „Hai, sekalian orang ! Tidak ada suatupun perkara yang mendekatkan kamu kepada syorga dan menjauhkan kamu dari neraka, melainkan sudah aku perintahkan supaya kamu jalankan ; dan tidak ada satupun perkara yang mendekatkan kamu kepada neraka dan menjauhkan kamu daripada syorga, melainkan sudah aku larang kamu mendekatinya.
(H.S.R. Baghawie).
Pendek kata, maqshud hadiets ini, bahwa tiap-tiap perbuatan yang membuahkan pahala itu, sudah diterangkan oleh Nabi kita s.a.w. kepada ummatnya dan pula sudah dijalankannya lebih dahulu. Maka dari itu, kami berkata lagi, bahwa bacaan selawat yang tersebut di atas tadi, bid'ahlah hukumnya.
3. Adapun membuka suara yang nyaring di dalam masjid pada membaca selawat dan lain-lainnya itu tidak boleh, karena masjid itu diadakan semata-mata untuk 'ibadat yang diakui oleh syara' dan boleh dibuat tempat mengajar 'ilmu agama Islam, karena ada Hadiets :
Artinya : Telah berkata Abu Hurairah : Bahwa Rasulullah s.a.w, pernah berkata : „Barangsiapa yang masuk di masjid kami ini buat belajar kebaikan atau buat mengajar kebaikan, adalah sebagai orang yang berperang di jalan Allah ; dan barangsiapa yang masuk tiada karena yang demikian, maka keadaannya itu sebagai orang yang lihat kepada barang yang bukan kepunyaan sendiri.
(H.S.R. Ahmad dan Ibnu Majah).
*semoga bermanfaat,,jika mw mengikuti alhamdulillahjika tidak terima kasih telah membacanya :)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar