• Mukadimah
Sebagaimana kita maklumi bahwa dunia usaha sekarang ini makin ramai dengan pencarian dan penerapan berbagai macam sistem atau pola usaha. Tetapi bagaimanapun dunia usaha, tidak akan lepas dari perdagangan produk berupa barang dan atau jasa.
Islam telah menetapkan rambu-rambu yang jelas tegas dalam dunia usaha ini yang di dalam kitab-kitab hadis atau fiqih berada di dalam sebuah kumpulan hadis-hadis atau pembahasan kitab al-buyu’.
Pada dasarnya Islam menetapkan bahwa al-buyu’, baik berupa jual-beli, menjual atau membeli barang atau sektor jasa merupakan bagian dari muamalah (keduniaan) yang secara al-ashlu (hukum pokoknya) adalah ibahah(boleh) kecuali ada dalil yang menunjukkan haramnya.
Kami dalam hal ini merasa perlu untuk mengemukakan rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh Islam. Rambu-rambu ini wajib dipatuhi, artinya dihindari jangan sampai terjadi pelanggaran-pelanggaran, karena pelanggaran syar’i akan masuk kedalam hukum haram.
Allah swt. dan Rasulullah saw. telah menetapkan rambu-rambu itu, yaitu :
1. Barang dagangan tidak mengandung unsur haram
2. Harus antaradin (saling rida) antara pembeli atau penjual demikian pula dalam sektor jasa.
3. Tidak boleh Ada Bai’atain fi bai’at, shafqatain fi shafqah (dua ‘Aqad dalam satu ‘Aqad).
4. Harus bersih dari Unsur Garar atau jahalah (jual beli yang tidak jelas barang,harga,tempat, dan atau waktu)
5. Harus bersih dari Unsur Gosh (Penipuan, membodohi, produsen, pembeli atau penjual)
6. Tidak mengandung unsur Maisir ( spekulasi/gambling)
7. dilarang melakukan ihtikar (monopoli/ menimbun barang)
8. Simsar (Perantara, mediator, atau pencaloan yang menguasai dengan semena-mena atau menggelapkan harga yang mengakibatkan kerugian kepada produsen,penjual, dan atau pembeli)
9. Bebas dari unsur Riba
10. Dilarang melakukan Najasy (memuji barang tidak sesuai dengan kenyataan agar berharga mahal atau menawar dengan harga tinggi agar orang yang membeli merasa telah membeli dengan murah) Apalagi jika diiringi dengan sumpah-sumpah palsu.
Dan masih ada istilah-istilah lainnya dalam istilah jual beli dan atau sektor jasa, tetapi inti dari ketentuannya telah cukup terwakili dengan poin-poin di atas.
_________________________
* Disampaikan dalam sidang Dewan Hisbah Persatuan Islam di Soreang, 1 Agustus 2009
• Sejarah Dan Perkembangan MLM
Sekitar tahun 1940-an Sistem MLM ditemukan Di A.S oleh dua orang profesor pemasaran dari Universitas Chicago. MLM mulai diterapkan dibawah pengawasan mereka dimalui dengan menjual produk vitamin dan suplement atau makanan tambahan.
MLM baru mendapat pengakuan hukum atau pengesahan secara hukum pada tahun 1953 di A.S di negara bagian California. Selanjutnya di sekitar tahun 1980-an Sistem bisnis MLM menyebar hampir ke seleruh dunia. Tetapi di Indonesia sistem bisnis MLM menjamur 1986. APLI (Data Asosiasi Penjual Langsung Indonesia), Memperkirakan bahwa pada tahun 2001 orang yang terlibat dalam jaringan sistem ini tidak kurang dari empat juta dengan kata lain distributor yang aktif dalam usaha produk dan jasa MLM. Perusahaan yang tergabung dalam APLI sekitar 30 buah, dengan berbagai produk yang ditawarkan, mulai dari obat-obatan, tas, sepatu, kosmetik, perlengkapan mobil, hingga koin emas.
Money Game (permainan Uang)
Selain MLM yang menjual produk tersebut, muncul pula MLM yang tidak menjual produk. Di sekitar akhir 1990-an mulai muncul perusahaan MLM yang dalam proses bisnisnya melakukan penarikan dana uang segar dari masyarakat melalui perekrutan anggota. Caranya sama dengan yang dilakukan dalam bisnis MLM namun jelas hanya memutar atau mendistribusikan uang dengan aturan-aturan tertentu yang pasti pihak lemah, yaitu anggota yang levelnya makin ke bawah dan terbawah akan kehilangan uangnya seperti arisan berantai. Karena pada dasarnya benefit, baik berupa komisi, bonus atau reward yang didapatkan Up line diambil dari uang pendaptaran down line dan demikian seterusnya makin tinggi lever seorang member akan makin banyak benefit yang diterimanya dan semakin rendah level seorang member, akan semakin sidikit benefit yang didapatkan bahkan bisa tidak mendapatkan atau hilangnya uang yang ditanakannnya memalui pendaptaran tersebut. Apalagi apabila perusahaan itu bangkrut. Terbukti telah cukup banyak yang pada akhirnya MLM jenis ini berakhir dengan berurusan dengan pengejaran atau penangkapan oleh pihak kepolisian karena membawa lari uang perusahaan karena jika diperhitungkan dari uang akan semakin menipis bahkan akan habis terutama bila jumlah member baru semakin berkurang apalagi jika telah jenuh sehingga tidak lagi brtambah anggota baru . MLM jenis ini tidak diragukan lagiharam hukumnya.
• Sistem dan Tujuan MLM
Sistem MLM sangat berbeda dengan sistem lainnya, yaitu dibangun berdasarkan formasi jaringan banyak level atau tingkatan. Biasanya disebut up line (tingkat atas) dan down line(tingkat bawah). Kedua tingkatan ini biasanya menggambarkan hubungan kerja pertikal. Biasanya dalam bentuk jasa, yaitu Up line akan mendapatkan hasil dari kerja down line yang down line itu merupakan hasil kerja Up line. Dengan demikan up lineadalah orang yang telah berhasil mendapatkan down line, satu atau lebih down line. Demikian seterusnya jaringan ke bawah, masing masing dapat menjadi Up line dan down line. Jadi jelas sekali bisnis dengan menggunakan sistem MLM adalah bisnis yang menggunakan jaringan. Yaitu hubungan yang menjadi jaringan, yang terdiri dari up line dan down line. Walaupun terdapat juga di beberapa perusahaan tertentu menggunakan istilah lainnya. Demikian pula bentuk jaringannya, antara satu perusahaan dengan yang lain, mempunyai aturan dan mekanisme yang berbeda; ada yang vertikal dan horisontal. Misalnya ada yang menetapkan untuk mendapatkan bonus dari perusahaan, dan baru disebut satu level bila telah memiliki jaringan 5 orang di sebelah kanan, dan 5 orang di sebelah kiri. Kemudian disambung dengan level-level berikutnya hingga sampai pada titik level tertentu ke bawah yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Jadi, perusahaan apapun bila menggunakan sietem ini termasuk perusahaan yang menggunakan sistem MLM walaupun ada di antara mereka yang tidak mengakuinya.
• Sistem Keanggotaan
Seseorang dapat aktif dalam salah satu jaringan bisnis MLM umumnya harus menjadi member (anggota jaringan) – ada juga yang diistilahkan dengan sebutan distributor atau agen. Untuk menjadi anggota biasanya dilakukan dengan cara mengisi formulir keanggotaan/membership dengan membayar sejumlah uang pendaftaran dan biasanya juga disertai dengan pembelian produk tertentu yang sekaligus menjadi poin. Sekali lagi bahwa perolehan point sangat penting untuk mencapai target. Hal ini dikarenakan biasanya perusahaan-perusahaan MLM menetapkan point untuk ukuran besar kecilnya bonus yang didapat. Point itu dihasilkan berdasarkan pembelian langsung dan tidak langsung. Pembelian langsung maksudnya dilakukan oleh anggota tersebut, sedangkan pembelian tidak langsung biasanya dilakukan oleh jaringan yang dibuat anggota tersebut selanjutnya munculah istilah bonus jaringan. Karena dua kelebihan inilah, biasanya bisnis multilevel marketing ini diminati banyak kalangan. Ditambah sudah dipastikan adanya discont atau potongan harga yang tidak diberikan kepada orang yang tidak menjadi member. Namun, ada juga point yang menentukan bonus member ditentukan bukan oleh pembelian baik langsung maupun tidak, melainkan oleh referee / mediator (pemakelaran) yang dilakukan terhadap orang lain, agar orang tersebut menjadi member dan termasuk di dalamnya pembelian produk dengan kata lain mengajak atau mensponsori.
Dalan hal ini, seorang member/distributor/agen harus mensponsori orang lain agar menjadi member/distributor/agen dan orang ini menjadi down line-nya. Begitu seterusnya seorang anggota jika ingin sukses wajib melakukan rekrutment keanggotaan lalu membimbing down line-nya dan agar down line-nya itu melakukan hal yang sama (duplikasi), sampai menjadi sebuah jaringan ke bawah atau bahkan ke samping untuk mensponsori orang lain lagi dan membentuk jaringan, sehingga orang yang menjadi up line akan mendapat bonus jaringan atau komisi kepemimpinan.
Dengan keterangan-keterangan di atas tampak jelas bahwa MLM (Multi Level Marketing) sebagai bisnis pemasaran adalah bisnis yang dibangun berdasarkan formasi jaringan tertentu, baik vertikal dan horizontal top-down (atas-bawah), atau left-right (kiri-kanan), atau perpaduan antara keduanya. Dari susunan yang digambarkan biasanya mengambarkan benefit (keuntungan) berupa, komisi, bonus, reward dan lainnya.
• Macam-macam Bonus
Macam-macam bonus yang dijanjikan biasanya berupa :
1. Bonus pembelian langsung (anggota membeli sendiri baik untuk dirinya maupun orang lain, baik uang sendiri atau uang orang lain. Setelah mencapai point tertentu akan mendapat bonus atau reward)
2. Bonus pembelian tidak langsung (anggota hasil rekrutment membeli baik untuk dirinya maupun orang lain dengan uang dirinya atau uang orang lain)
3. Bonus jaringan atau istilah lainnya komisi dari mensponsori atau rekrutment, bimbingan, dan kepemimpinan setelah mencapai target jaringan dengan level tertentu .
Inilah gambaran umum sistem jaringan yang dipergunakan dalam bisnis MLM. (Sumber: Business School, Robert T. Kiyosaki, 2003; Network Indonesia; MLM Indonesia. com; Republika Online; Pikiran Rakyat Cyber Media; Kosmis.org; WorldNet International Incorporation)
• Beberapa Pendapat
Selanjutnya kami kedepankan beberapa pendapat tentang MLM
1. Yang Mengharamkan
[a] Shafqatain fi shafqah, atau bay’atayn fi bay’ah. Akad pertama adalah akad bay’(jual-beli), sedangkan akad kedua akad samsarah (pemakelaran). Padahal bisnis dengan akad seperti ini terlarang berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, an-Nasai dan at-Tirmidzi, dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. telah melarang dua pembelian dalam satu pembelian”. Dalam hal ini, as-Syafi’i memberikan keterangan (syarh) terhadap maksud bay’atayn fi bay’ah (dua pembelian dalam satu pembelian), dengan menyatakan: Jika seseorang mengatakan : Saya jual budak ini kepada anda dengan harga 1000, dengan catatan anda menjual rumah anda kepada saya dengan harga segini. Artinya, jika anda menetapkan milik anda menjadi milik saya, sayapun menetapkan milik saya menjadi milik anda. (Nailul Authar, Juz V, hal 248-249)
[b] Terjadinya pemakelaran atas pemakelaran, atau samsarah ‘ala samsarah. Up line atau TCO atau apalah namanya, adalah simsar (makelar), baik bagi pemilik langsung, atau tidak, yang kemudian memakelari down line di bawahnya, dan selanjutnya down line di bawahnya menjadi makelar bagi down line di bawahnya lagi. Meskipun perusahaan tersebut menggunakan istilah sponsor atau promotor. Praktek ini bertentangan dengan samsarahdalam Islam yang menetapkan pemakelaran itu dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain, yang berstatus sebagai pemilik (maalik). Bukan dilakukan oleh seseorang terhadap sesama makelar yang lain. Karena itu, memakelari makelar atau samsarah ‘ala samsarah tidak diperbolehkan. Sebab, kedudukan makelar adalah sebagai orang tengah (mutawassith). Atau orang yang mempertemukan (muslih) dua kepentingan yang berbeda; kepentingan penjual dan pembeli. Jika dia menjadi penengah orang tengah (mutawasith ‘ala al-mutawasith), maka statusnya tidak lagi sebagai penengah. Dan gugurlah kedudukannya sebagai penengah, atau makelar. Inilah fakta makelar dan pemakelaran dalam sistem MLM.
Karena pada sistemnya terdapat shafqatayn fi shafqah (dua akad dalam satu transaksi) dan samsarah ‘ala samsarah (pemakelaran atas pemakelaran), maka kelompok pertama berpendapat bahwa bisnis dengan MLM tersebut, sekalipun produk yang dijualnya halal, hukumnya tetap haram. (Lihat, Drs. Hafidz Abdurrahman, MA,Hukum Syara’ Bisnis MLM)
Pendapat Kedua: MLM Syubhat
Dalam menetapkan hukum MLM, kelompok ini melihat dari amrin khariji (faktor eksternal), yakni efek negatif, bukan masalah akadnya itu sendiri. Kelompok ini setelah menimbang unsur-unsur pada sistem MLM, antara lain
[a] dharar (membahayakan dan berdampak negatif), seperti obsesi yang berlebihan untuk mencapai target tertentu karena terpacu oleh sistem ini. Banyak diantara kaum muslimin dan aktifis dakwah keluar dari kerjaan tetapnya karena terobsesi akan mendapat harta yang banyak dengan waktu yang singkat, Pemanfaatan sarana kantor untuk menawarkan produk ini, dll.a
[b] ikhtilath, yakni suasana yang tidak kondusif bahkan mengarah pada pola hidup hedonis ketika mengadakan acara rapat dan pertemuan.
[c] kezhaliman dalam pemenuhan hak dan kewajiban, seperti seseorang yang belum mendapatkan target dalam batas waktu tertentu maka ia tidak mendapat imbalan yang setimpal dengan kerja yang telah ia lakukan, sedangkan bagi mereka yang berhasil melalui target akan memperoleh imbalan yang berlebih, semakin besar perolehan targetnya semakin besar pula kelebihan imbalan tersebut.
Padahal Nabi telah bersabda, antara lain
[a] “Janganlah kalian membuat bahaya pada diri sendiri dan orang lain” (H.r. Ibnu Majah dan Ad-Daruqutni).
[b] “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan untuk melakukan pada sesuatu yang tidak meragukan” (H.r. At-Tirmidzi dan An-Nasa’i).
[c] “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas dan diantara keduanya ada hal-hal yang syubhat dimana sebagian besar manusia tidak tahu. Barangsiapa menjaga dari syubhat maka telah menjaga agama dan kehormatannya dan barangsiapa jatuh pada syubhat berarti telah jatuhpada yang haram”. (H.r. Al-Bukhari dan Muslim).
Kemudian qaidah fiqhiyah “Meninggalkan kerusakaan lebih didahulukan dari mengambil manfaat”.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, kelompok kedua berpendapat bahwa bisnis dengan sistem MLM hukumnya syubhat. (Lihat, Fatwa Dewan Syariah Partai Keadilan, tentang Bisnis Dengan Sistem Multi Level Marketing Khususnya Pada Perusahaan Amway/Cni, No. Fatwa: 02/K/DS-PK/VI/1419)
Pendapat Ketiga: MLM Halal
Kelompok ini berpendapat bahwa sistem MLM tidak bertentangan dengan syariat Islam, baik dilihat dari aspek ‘akad transaksi maupun unsur-unsur lainnya, dengan alasan :
[a] bisnis MLM jelas menyangkut jual beli, dan Islam menghalalkan kegiatan jual beli dengan sejumlah persyaratan. Antara lain, ada penjual dan pembeli, ada barang yang diperjualbelikan, serta produk tersebut tidak dilarang.
[b] tidak ada paksaan bagi penjual untuk menjual dan pembeli untuk membeli. Semua pihak suka sama suka melakukan transaksi dan dilakukan oleh orang yang sudah berakal.
[c] ada pernyataan dari penjual produk tersebut dijual dan jawaban pembeli bahwa produk itu dibeli.
Melihat syarat-syarat pelaksanaan jual beli itu, jelaslah bahwa MLM tidak bertentangan dengan syariat Islam. (Lihat, Tarmizi Yusuf, Strategi MLM Secara Cerdas dan Halal, Network Indonesia, lihat Majalah al Qudwah edisi 53 – 55)
• Ulasan dan komentar
Perlu dikemukakan di sini bahwa MLM yang beredar di Indonesia, tidak kurang dari 600 MLM yang telah disahkan secara undang-undang. Dan telah ada dibawah naungan APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia). Oleh karena itu rasanya tidak mungkin untuk membahasnya satu persatu. Kami mencoba untuk mengerucutkan masalah-masalah yang sering disoroti oleh umat Islam.
Menurut hemat kami, prinsip MLM (Multi Level Marketing) atau sistem net work atau jaringan kerja telah ada di dalam Islam. Umpamanya tentang pemberian pahala kepada orang yang menyampaikan ilmu kepada seseorang lalu seseorang itu menyampaikan kepada lebih banyak orang. Maka tentu orang yang pertama kali mengajarkan ilmu itu bisa mendapatkan pahala paling banyak karena ia akan mendapat pahala sebanding dengan semua yang didapat oleh murid-murinya atau cucu buyut muridnya. Demikian pula di dalam praktek dakwah, sedekah jariyah, dan anak saleh yang mendoakan, serta kebaikan-kebaikan lainnya. Dalam hal ini terjadi yang di dalam istilah MLM di sebut komisi, bonus, dan pasif income. Yang berkerja mendapat imbalan dan orang yang seolah sudah tidak bekerja tetapi terus mendapat keuntungan dari hasil jasanya bahkan walau ia telah wafat.
Melihat perkembangan MLM dalam praktek bisnis barang dan jasa, untuk menetapkan halal haramnya harus dilihat dari jenis barang yang diperjual belikan serta syarat-syarat perpindahan hak milik di antara produsen, perusahaan, penjual, pembeli, dan perantara. Jika memenuhi syarat-syarat sah perpindahan hak milik menurut syariat Islam, maka MLM itu halal bahkan jelas menjadi bagian dari solusi cerdas dalam kesultan ekonomi yang tengah dirasakan oleh umat. Tetapi jika barang yang menjadi komoditasnya haram atau salah satu syarat perpindahan hak milik dengan cara yang dilarang oleh Syareat Islam, maka MLM itu menjadi haram. Jadi halal dan haramnya MLM bergantung atas jenis barang yang diperdagangkan serta muatan syarat-syarat perpindahan hak milik yang ada di dalamnya, baik berupa jual beli atau upah dari jasa.
• Analisis Masalah dan Solusi
Biasanya ketika menganalisis MLM tidak lepas dari beberapa persoalan yang meliputi :
1. Untuk menjadi member (anggota) biasanya pada waktu pendaptaran calon member disyaratkan membayar sejumlah uang tertentu. Dan biasanya diiringi dengan pembelian produk tertentu sekaligus menjadi poin pertama yang didapatkan.
Haram – Apabila terdapat sifat garar (ketidak-jelasan barang apa yang akan didapatkan artinya bisa menguntungkan bisa juga merugikan) dan mengandung unsur maisir, bahkan mengandung dharar. Karena pendaptar dipaksa membeli barang yang belum tentu diharapkan, secara spekulasi/untung-untungan. Apalagi tidak jelas ada dan tidaknya barang yang dijual.
Halal – Apabila calon anggota telah mengetahui barang yang akan dibelinya dan saling rida karena saling menguntungkan. Apalagi dengan rincian jelas peruntukan uang yang dibayarkan pada waktu itu secara objektif.
2. Sering terjadi Monopoli produk tertentu sehingga hanya dijual, dibeli, dan didistribusikan di dalam lingkup mereka saja (ihtikar).
Haram – Apabila menjadikan suatu barang yang dibutuhkan oleh masarakat luas, hanya beredar dilingkungan mereka. Sehingga siapa pun tidak bisa mendapatkannya kecuali menjadi anggota terlebih dahulu. Jelas ini menimbulkan madarat yang luas.
Halal – Apabila barang itu diedarkan pula di luar, atau diproduksi barang sejenis dengan kegunaan atau manfaat yang sama, bisa didapatkan ditempat lain. Atau perusahaan itu atau perusahaan lainnya membuat yang sejenis yang didistribusikan diluar jaringan mereka.
3. Up line menerima komisi, bonus, dan keuntungan lainnya dari hasil usaha/keringat orang lain khususnya dari usaha/keringat down line.
Haram
a. Jika komisi, bonus, atau reward didapatkan oleh Up line dari down line dan down line tidak mendapatkan keuntungan yang setimpal dari hasil penjualan produknya artinya ada hak down line yang dirampas.
b.Apabila menggunakan cara target sales (tutup poin) dalam jangka waktu tertentu. Yaitu umpamanya apabila dalam waktu sebulan tidak mencapai terget maka bonus itu hangus dan segala keuntungan yang telah dihasilkan kembali menjadi milik perusahaan (plush out).
c. Membatasi bonus jaringan hanya pada level tertentu umpamanya hanya sampai sepuluh level, maka walaupun masih terdapat level lebih dan menghasilkan keuntungan, keuntungan akan diambil oleh peusahaan (plush out)
d. Sistim binari (bina kanan bina kiri) yaitu menerapkan keseimbangan jaringan ke sebelah kanan dan kiri secara seimbang. Jika hanya yang sebelah kanan yang berjalan sementara yang sebelah kiri tidak, maka bonus dari jaringan yang jalan sebelah itu menjadi milik perusahaan (plush out). Jelas pada sistem ini mengandung kezaliman, darar, dan mengandung unsur maisir.
Halal –
Apabila unsur kezalinan dan maisirnya dihapuskan.Yaitu :
a. apabila up line dan down line masing-masing mendapat benefit/keuntungan yang sesuai dan wajar sesuai dengan status dan jasanya apapun nama keuntungan tersebut, tanpa ada penghangusan atau diambil oleh perusahaan, baik ke kanan ke kiri, level ke bawah. Jadi, tidak ada hak anggota yang dirampas dengan aturan yang dibuat perusahaan.
b. Tidak menghanguskan keuntungan/perusahaan mengambil keuntungan yang telah dihasilkan dengan alasan tidak mencapai target waktu (tutup poin). Jelasnya yang berhak tetap menerima haknya.
5. Dalam hal pembelian produk sering terdapat pemaksaan dalam membeli produk tersebut.
Haram – Apabila pemaksaan baik oleh perusahaan terhadap member atau Up line terhadap down line dalam pemmbelian produk, padahal produk itu tidak dibutuhkan oleh pembeli.
Halal – Apabila pembelian produk itu sesuai dengan kebutuhan dan keperluan pembeli.
6. Terdapat Praktek perantara (percaloan) atau mediator (simsar).
Haram – apabila terjadi penguasaan harga produk oleh makelar/calo sehingga mengakibatkan kebutuhan tidak terpenuhi serta pelambungan harga yang tidak rasional atau pembohongan/penggelapan harga. Sebab ini mengandung unsur adalah darar dan zalim
Halal – Apabila jadi perantara antara produsen, agen, penjual dan pembeli dan mendapat komisi/keuntungan yang sesuai dengan kesepakatan atau jasanya tanpa ada pihak yang dibohongi atau dirugikan. Hal ini berlaku baik hanya satu perantara atau lebih.
• Kesimpulan :
1. Praktek MLM yang tanpa hanya mempermainkan uang, yaitu perusahaan mengambil uang anggota, dan up line diberi komisi atau bonus diambil dari uang pendaptaran anggota (down line) hukumnya haram
2. MLM yang memperjual-belikan barang/produk yang haram hukumnya haram.
3. MLM yang menggunakan sistem yang mengandung unsur haram hukumnya haram
4. MLM yang memperjual-belikan barang atau produk yang halal dengan sistem yang tidak mengandung unsur yang haram hukum halal.
• Dalil-dalil terlampir
LAMPIRAN DALIL-DALIL
1. Mendapat benefit (keuntungan) dari keringat orang lain tetapi hasil yang sesuai dari jasa menanam, didikan, atau binaan
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي أُبْدِعَ بِي فَاحْمِلْنِي فَقَالَ مَا عِنْدِي فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا أَدُلُّهُ عَلَى مَنْ يَحْمِلُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
Dari Abu Mas’ud Al-Anshari, ia berkata,”Seseorang datang kepada Nabi saw. lalu berkata,’Sesungguhnya saya di perbarukan maka bawalah saya.’ Maka Rasululah menjawab, Saya tidak mempunyainya’ Seseorang berkata,’Wahai Rasulullah, saya menunjukkannya kepada orang yang akan membawanya.’ Rasulullah saw. bersabda,’Siapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, baginya pahala sebanding dengan yang pelakunya’ Sahih Muslim, III; 1503. 1893
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ اِلإنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Dari Abu Huraerah bahwasannya Rasulullah saw telah bersabda,”Apabila manusia mati terputuslah amalnya darinya kecual tiga macam; Sedekah jariah; ilmu yang dimanfaatkan; dan anak saleh yang mendoakannya.” Sahih Muslim, III : 1255
عَنْ أَبِي أُسَيْدٍ مَالِكِ بْنِ رَبِيعَةَ السَّاعِدِيِّ قَالَ بَيْنَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِي سَلَمَةَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا قَالَ نَعَمْ الصَّلاَةُ عَلَيْهِمَا وَالِإسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لاَ تُوصَلُ إِلاَّ بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا
Dari Abu Usaid Malik bin bin Rabi’ah As-Saidi, ia berkata,”Ketika kami berada dekat Rasulullah saw. tiba-tiba datang menghampiri beliau seorang laki-laki dari Bani Salamah, ia berkata,’Wahai Rasulullah, apakah masih tersisa sesuatu dari berbuat baik kepada kedua orang tua saya setelah kewafatan keduanya?’ Beliau menjawab,’Benar, mendoakan kebaikan bagi mereka, memohonkan ampunan bagi mereka, menunaikan janji-janji mereka, menyambungkan selaturahim yang hanya tersambung karena mereka, serta menghormati sahabat-sahabat mereka.’” H.r. Abu Daud, IV : 336, Al-Baehaqi, Syu’abul iman, VI : 199, dan Al-Hakim, IV : 171.
* Haramnya Riba
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ(275)
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Q.s. Albaqarah : 275.
عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ قَالَ قُلْتُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ قَالَ إِنَّمَا نُحَدِّثُ بِمَا سَمِعْنَا
Dari Alqamah dari Abdulah, ia berkata,”Rasulullah saw. melaknat pemakan riba dan yang memberi makannya, beliau bersabda,’Aku katakan,’Pencatatnya, dan dua saksi.’ Ia berkata lagi,’Kami menceritakan hanya yang kami telah mendengarnya.’” H.r. Muslim, III : 1218.
* Menjual barang yang haram
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ عَامَ الْفَتْحِ وَهُوَ بِمَكَّةَ إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَالْأَصْنَامِ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ شُحُومَ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهَا يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ فَقَالَ لاَ هُوَ حَرَامٌ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ إِنَّ اللَّهَ لَمَّا حَرَّمَ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ
Dari Jabir bin Abdulah r.a bahwa ia mendengar Rasulullah saw. telah bersabda waktu Futuh Mekah dan beliau berada di Mekah,”Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamer, bangkai, babi, dan patung-patung sembahan.’ Ditanyakan kepada beliau,’Wahai Rasulullah,’Apa yang anda lihat lemak-lemak bangkai, karena itu hanya dipergunakan melamur perahu mewangikan kulit-kulit dan digunakan penerangan oleh orang-orang?’ Beliau menjawab,’Tidak, tetap dia itu haram’ Dalam pada itu Rasulullah saw. bersabda lagi, ‘Allah membinasakan Yahudi, sesungguhnya Allah telah mengharamkan lemak-lemak (yang diharamkan), mereka mengolahnya kemudian menjualnya lalu memakan harganya. H.r. Sahih Al-Bukhari, IV : 1695 dan Sahih Muslim, III : 1207
* Larangan Jual beli garar dan spekulasi
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
Dari Abu Huraerah, ia berkata,”Rasulullah saw. melarang jual beli dengan lemparan batu dan jual beli yang belum jelas.” Sahih Muslim, III : 1153.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الْمُزَابَنَةِ وَالْمُحَاقَلَةِ وَالْمُزَابَنَةُ اشْتِرَاءُ الثَّمَرِ بِالتَّمْرِ فِي رُءُوسِ النَّخْلِ
Dari Abu Said Al-Khudri r.a bahwasannya Rasulullah saw. melarang muzabanah (menukar barang yang jelas dengan yang tidak jelas), muhaqalah (menjual biji-bijian yang masih diurainya), dan muzabanah (membeli yang masih dipohonnya dengan kering).’” H.r. Mushanaf Ibnu Abu Syaibah, IV : 507.
Sebagaimana kita maklumi bahwa dunia usaha sekarang ini makin ramai dengan pencarian dan penerapan berbagai macam sistem atau pola usaha. Tetapi bagaimanapun dunia usaha, tidak akan lepas dari perdagangan produk berupa barang dan atau jasa.
Islam telah menetapkan rambu-rambu yang jelas tegas dalam dunia usaha ini yang di dalam kitab-kitab hadis atau fiqih berada di dalam sebuah kumpulan hadis-hadis atau pembahasan kitab al-buyu’.
Pada dasarnya Islam menetapkan bahwa al-buyu’, baik berupa jual-beli, menjual atau membeli barang atau sektor jasa merupakan bagian dari muamalah (keduniaan) yang secara al-ashlu (hukum pokoknya) adalah ibahah(boleh) kecuali ada dalil yang menunjukkan haramnya.
Kami dalam hal ini merasa perlu untuk mengemukakan rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh Islam. Rambu-rambu ini wajib dipatuhi, artinya dihindari jangan sampai terjadi pelanggaran-pelanggaran, karena pelanggaran syar’i akan masuk kedalam hukum haram.
Allah swt. dan Rasulullah saw. telah menetapkan rambu-rambu itu, yaitu :
1. Barang dagangan tidak mengandung unsur haram
2. Harus antaradin (saling rida) antara pembeli atau penjual demikian pula dalam sektor jasa.
3. Tidak boleh Ada Bai’atain fi bai’at, shafqatain fi shafqah (dua ‘Aqad dalam satu ‘Aqad).
4. Harus bersih dari Unsur Garar atau jahalah (jual beli yang tidak jelas barang,harga,tempat, dan atau waktu)
5. Harus bersih dari Unsur Gosh (Penipuan, membodohi, produsen, pembeli atau penjual)
6. Tidak mengandung unsur Maisir ( spekulasi/gambling)
7. dilarang melakukan ihtikar (monopoli/ menimbun barang)
8. Simsar (Perantara, mediator, atau pencaloan yang menguasai dengan semena-mena atau menggelapkan harga yang mengakibatkan kerugian kepada produsen,penjual, dan atau pembeli)
9. Bebas dari unsur Riba
10. Dilarang melakukan Najasy (memuji barang tidak sesuai dengan kenyataan agar berharga mahal atau menawar dengan harga tinggi agar orang yang membeli merasa telah membeli dengan murah) Apalagi jika diiringi dengan sumpah-sumpah palsu.
Dan masih ada istilah-istilah lainnya dalam istilah jual beli dan atau sektor jasa, tetapi inti dari ketentuannya telah cukup terwakili dengan poin-poin di atas.
_________________________
* Disampaikan dalam sidang Dewan Hisbah Persatuan Islam di Soreang, 1 Agustus 2009
• Sejarah Dan Perkembangan MLM
Sekitar tahun 1940-an Sistem MLM ditemukan Di A.S oleh dua orang profesor pemasaran dari Universitas Chicago. MLM mulai diterapkan dibawah pengawasan mereka dimalui dengan menjual produk vitamin dan suplement atau makanan tambahan.
MLM baru mendapat pengakuan hukum atau pengesahan secara hukum pada tahun 1953 di A.S di negara bagian California. Selanjutnya di sekitar tahun 1980-an Sistem bisnis MLM menyebar hampir ke seleruh dunia. Tetapi di Indonesia sistem bisnis MLM menjamur 1986. APLI (Data Asosiasi Penjual Langsung Indonesia), Memperkirakan bahwa pada tahun 2001 orang yang terlibat dalam jaringan sistem ini tidak kurang dari empat juta dengan kata lain distributor yang aktif dalam usaha produk dan jasa MLM. Perusahaan yang tergabung dalam APLI sekitar 30 buah, dengan berbagai produk yang ditawarkan, mulai dari obat-obatan, tas, sepatu, kosmetik, perlengkapan mobil, hingga koin emas.
Money Game (permainan Uang)
Selain MLM yang menjual produk tersebut, muncul pula MLM yang tidak menjual produk. Di sekitar akhir 1990-an mulai muncul perusahaan MLM yang dalam proses bisnisnya melakukan penarikan dana uang segar dari masyarakat melalui perekrutan anggota. Caranya sama dengan yang dilakukan dalam bisnis MLM namun jelas hanya memutar atau mendistribusikan uang dengan aturan-aturan tertentu yang pasti pihak lemah, yaitu anggota yang levelnya makin ke bawah dan terbawah akan kehilangan uangnya seperti arisan berantai. Karena pada dasarnya benefit, baik berupa komisi, bonus atau reward yang didapatkan Up line diambil dari uang pendaptaran down line dan demikian seterusnya makin tinggi lever seorang member akan makin banyak benefit yang diterimanya dan semakin rendah level seorang member, akan semakin sidikit benefit yang didapatkan bahkan bisa tidak mendapatkan atau hilangnya uang yang ditanakannnya memalui pendaptaran tersebut. Apalagi apabila perusahaan itu bangkrut. Terbukti telah cukup banyak yang pada akhirnya MLM jenis ini berakhir dengan berurusan dengan pengejaran atau penangkapan oleh pihak kepolisian karena membawa lari uang perusahaan karena jika diperhitungkan dari uang akan semakin menipis bahkan akan habis terutama bila jumlah member baru semakin berkurang apalagi jika telah jenuh sehingga tidak lagi brtambah anggota baru . MLM jenis ini tidak diragukan lagiharam hukumnya.
• Sistem dan Tujuan MLM
Sistem MLM sangat berbeda dengan sistem lainnya, yaitu dibangun berdasarkan formasi jaringan banyak level atau tingkatan. Biasanya disebut up line (tingkat atas) dan down line(tingkat bawah). Kedua tingkatan ini biasanya menggambarkan hubungan kerja pertikal. Biasanya dalam bentuk jasa, yaitu Up line akan mendapatkan hasil dari kerja down line yang down line itu merupakan hasil kerja Up line. Dengan demikan up lineadalah orang yang telah berhasil mendapatkan down line, satu atau lebih down line. Demikian seterusnya jaringan ke bawah, masing masing dapat menjadi Up line dan down line. Jadi jelas sekali bisnis dengan menggunakan sistem MLM adalah bisnis yang menggunakan jaringan. Yaitu hubungan yang menjadi jaringan, yang terdiri dari up line dan down line. Walaupun terdapat juga di beberapa perusahaan tertentu menggunakan istilah lainnya. Demikian pula bentuk jaringannya, antara satu perusahaan dengan yang lain, mempunyai aturan dan mekanisme yang berbeda; ada yang vertikal dan horisontal. Misalnya ada yang menetapkan untuk mendapatkan bonus dari perusahaan, dan baru disebut satu level bila telah memiliki jaringan 5 orang di sebelah kanan, dan 5 orang di sebelah kiri. Kemudian disambung dengan level-level berikutnya hingga sampai pada titik level tertentu ke bawah yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Jadi, perusahaan apapun bila menggunakan sietem ini termasuk perusahaan yang menggunakan sistem MLM walaupun ada di antara mereka yang tidak mengakuinya.
• Sistem Keanggotaan
Seseorang dapat aktif dalam salah satu jaringan bisnis MLM umumnya harus menjadi member (anggota jaringan) – ada juga yang diistilahkan dengan sebutan distributor atau agen. Untuk menjadi anggota biasanya dilakukan dengan cara mengisi formulir keanggotaan/membership dengan membayar sejumlah uang pendaftaran dan biasanya juga disertai dengan pembelian produk tertentu yang sekaligus menjadi poin. Sekali lagi bahwa perolehan point sangat penting untuk mencapai target. Hal ini dikarenakan biasanya perusahaan-perusahaan MLM menetapkan point untuk ukuran besar kecilnya bonus yang didapat. Point itu dihasilkan berdasarkan pembelian langsung dan tidak langsung. Pembelian langsung maksudnya dilakukan oleh anggota tersebut, sedangkan pembelian tidak langsung biasanya dilakukan oleh jaringan yang dibuat anggota tersebut selanjutnya munculah istilah bonus jaringan. Karena dua kelebihan inilah, biasanya bisnis multilevel marketing ini diminati banyak kalangan. Ditambah sudah dipastikan adanya discont atau potongan harga yang tidak diberikan kepada orang yang tidak menjadi member. Namun, ada juga point yang menentukan bonus member ditentukan bukan oleh pembelian baik langsung maupun tidak, melainkan oleh referee / mediator (pemakelaran) yang dilakukan terhadap orang lain, agar orang tersebut menjadi member dan termasuk di dalamnya pembelian produk dengan kata lain mengajak atau mensponsori.
Dalan hal ini, seorang member/distributor/agen harus mensponsori orang lain agar menjadi member/distributor/agen dan orang ini menjadi down line-nya. Begitu seterusnya seorang anggota jika ingin sukses wajib melakukan rekrutment keanggotaan lalu membimbing down line-nya dan agar down line-nya itu melakukan hal yang sama (duplikasi), sampai menjadi sebuah jaringan ke bawah atau bahkan ke samping untuk mensponsori orang lain lagi dan membentuk jaringan, sehingga orang yang menjadi up line akan mendapat bonus jaringan atau komisi kepemimpinan.
Dengan keterangan-keterangan di atas tampak jelas bahwa MLM (Multi Level Marketing) sebagai bisnis pemasaran adalah bisnis yang dibangun berdasarkan formasi jaringan tertentu, baik vertikal dan horizontal top-down (atas-bawah), atau left-right (kiri-kanan), atau perpaduan antara keduanya. Dari susunan yang digambarkan biasanya mengambarkan benefit (keuntungan) berupa, komisi, bonus, reward dan lainnya.
• Macam-macam Bonus
Macam-macam bonus yang dijanjikan biasanya berupa :
1. Bonus pembelian langsung (anggota membeli sendiri baik untuk dirinya maupun orang lain, baik uang sendiri atau uang orang lain. Setelah mencapai point tertentu akan mendapat bonus atau reward)
2. Bonus pembelian tidak langsung (anggota hasil rekrutment membeli baik untuk dirinya maupun orang lain dengan uang dirinya atau uang orang lain)
3. Bonus jaringan atau istilah lainnya komisi dari mensponsori atau rekrutment, bimbingan, dan kepemimpinan setelah mencapai target jaringan dengan level tertentu .
Inilah gambaran umum sistem jaringan yang dipergunakan dalam bisnis MLM. (Sumber: Business School, Robert T. Kiyosaki, 2003; Network Indonesia; MLM Indonesia. com; Republika Online; Pikiran Rakyat Cyber Media; Kosmis.org; WorldNet International Incorporation)
• Beberapa Pendapat
Selanjutnya kami kedepankan beberapa pendapat tentang MLM
1. Yang Mengharamkan
[a] Shafqatain fi shafqah, atau bay’atayn fi bay’ah. Akad pertama adalah akad bay’(jual-beli), sedangkan akad kedua akad samsarah (pemakelaran). Padahal bisnis dengan akad seperti ini terlarang berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, an-Nasai dan at-Tirmidzi, dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. telah melarang dua pembelian dalam satu pembelian”. Dalam hal ini, as-Syafi’i memberikan keterangan (syarh) terhadap maksud bay’atayn fi bay’ah (dua pembelian dalam satu pembelian), dengan menyatakan: Jika seseorang mengatakan : Saya jual budak ini kepada anda dengan harga 1000, dengan catatan anda menjual rumah anda kepada saya dengan harga segini. Artinya, jika anda menetapkan milik anda menjadi milik saya, sayapun menetapkan milik saya menjadi milik anda. (Nailul Authar, Juz V, hal 248-249)
[b] Terjadinya pemakelaran atas pemakelaran, atau samsarah ‘ala samsarah. Up line atau TCO atau apalah namanya, adalah simsar (makelar), baik bagi pemilik langsung, atau tidak, yang kemudian memakelari down line di bawahnya, dan selanjutnya down line di bawahnya menjadi makelar bagi down line di bawahnya lagi. Meskipun perusahaan tersebut menggunakan istilah sponsor atau promotor. Praktek ini bertentangan dengan samsarahdalam Islam yang menetapkan pemakelaran itu dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain, yang berstatus sebagai pemilik (maalik). Bukan dilakukan oleh seseorang terhadap sesama makelar yang lain. Karena itu, memakelari makelar atau samsarah ‘ala samsarah tidak diperbolehkan. Sebab, kedudukan makelar adalah sebagai orang tengah (mutawassith). Atau orang yang mempertemukan (muslih) dua kepentingan yang berbeda; kepentingan penjual dan pembeli. Jika dia menjadi penengah orang tengah (mutawasith ‘ala al-mutawasith), maka statusnya tidak lagi sebagai penengah. Dan gugurlah kedudukannya sebagai penengah, atau makelar. Inilah fakta makelar dan pemakelaran dalam sistem MLM.
Karena pada sistemnya terdapat shafqatayn fi shafqah (dua akad dalam satu transaksi) dan samsarah ‘ala samsarah (pemakelaran atas pemakelaran), maka kelompok pertama berpendapat bahwa bisnis dengan MLM tersebut, sekalipun produk yang dijualnya halal, hukumnya tetap haram. (Lihat, Drs. Hafidz Abdurrahman, MA,Hukum Syara’ Bisnis MLM)
Pendapat Kedua: MLM Syubhat
Dalam menetapkan hukum MLM, kelompok ini melihat dari amrin khariji (faktor eksternal), yakni efek negatif, bukan masalah akadnya itu sendiri. Kelompok ini setelah menimbang unsur-unsur pada sistem MLM, antara lain
[a] dharar (membahayakan dan berdampak negatif), seperti obsesi yang berlebihan untuk mencapai target tertentu karena terpacu oleh sistem ini. Banyak diantara kaum muslimin dan aktifis dakwah keluar dari kerjaan tetapnya karena terobsesi akan mendapat harta yang banyak dengan waktu yang singkat, Pemanfaatan sarana kantor untuk menawarkan produk ini, dll.a
[b] ikhtilath, yakni suasana yang tidak kondusif bahkan mengarah pada pola hidup hedonis ketika mengadakan acara rapat dan pertemuan.
[c] kezhaliman dalam pemenuhan hak dan kewajiban, seperti seseorang yang belum mendapatkan target dalam batas waktu tertentu maka ia tidak mendapat imbalan yang setimpal dengan kerja yang telah ia lakukan, sedangkan bagi mereka yang berhasil melalui target akan memperoleh imbalan yang berlebih, semakin besar perolehan targetnya semakin besar pula kelebihan imbalan tersebut.
Padahal Nabi telah bersabda, antara lain
[a] “Janganlah kalian membuat bahaya pada diri sendiri dan orang lain” (H.r. Ibnu Majah dan Ad-Daruqutni).
[b] “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan untuk melakukan pada sesuatu yang tidak meragukan” (H.r. At-Tirmidzi dan An-Nasa’i).
[c] “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas dan diantara keduanya ada hal-hal yang syubhat dimana sebagian besar manusia tidak tahu. Barangsiapa menjaga dari syubhat maka telah menjaga agama dan kehormatannya dan barangsiapa jatuh pada syubhat berarti telah jatuhpada yang haram”. (H.r. Al-Bukhari dan Muslim).
Kemudian qaidah fiqhiyah “Meninggalkan kerusakaan lebih didahulukan dari mengambil manfaat”.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, kelompok kedua berpendapat bahwa bisnis dengan sistem MLM hukumnya syubhat. (Lihat, Fatwa Dewan Syariah Partai Keadilan, tentang Bisnis Dengan Sistem Multi Level Marketing Khususnya Pada Perusahaan Amway/Cni, No. Fatwa: 02/K/DS-PK/VI/1419)
Pendapat Ketiga: MLM Halal
Kelompok ini berpendapat bahwa sistem MLM tidak bertentangan dengan syariat Islam, baik dilihat dari aspek ‘akad transaksi maupun unsur-unsur lainnya, dengan alasan :
[a] bisnis MLM jelas menyangkut jual beli, dan Islam menghalalkan kegiatan jual beli dengan sejumlah persyaratan. Antara lain, ada penjual dan pembeli, ada barang yang diperjualbelikan, serta produk tersebut tidak dilarang.
[b] tidak ada paksaan bagi penjual untuk menjual dan pembeli untuk membeli. Semua pihak suka sama suka melakukan transaksi dan dilakukan oleh orang yang sudah berakal.
[c] ada pernyataan dari penjual produk tersebut dijual dan jawaban pembeli bahwa produk itu dibeli.
Melihat syarat-syarat pelaksanaan jual beli itu, jelaslah bahwa MLM tidak bertentangan dengan syariat Islam. (Lihat, Tarmizi Yusuf, Strategi MLM Secara Cerdas dan Halal, Network Indonesia, lihat Majalah al Qudwah edisi 53 – 55)
• Ulasan dan komentar
Perlu dikemukakan di sini bahwa MLM yang beredar di Indonesia, tidak kurang dari 600 MLM yang telah disahkan secara undang-undang. Dan telah ada dibawah naungan APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia). Oleh karena itu rasanya tidak mungkin untuk membahasnya satu persatu. Kami mencoba untuk mengerucutkan masalah-masalah yang sering disoroti oleh umat Islam.
Menurut hemat kami, prinsip MLM (Multi Level Marketing) atau sistem net work atau jaringan kerja telah ada di dalam Islam. Umpamanya tentang pemberian pahala kepada orang yang menyampaikan ilmu kepada seseorang lalu seseorang itu menyampaikan kepada lebih banyak orang. Maka tentu orang yang pertama kali mengajarkan ilmu itu bisa mendapatkan pahala paling banyak karena ia akan mendapat pahala sebanding dengan semua yang didapat oleh murid-murinya atau cucu buyut muridnya. Demikian pula di dalam praktek dakwah, sedekah jariyah, dan anak saleh yang mendoakan, serta kebaikan-kebaikan lainnya. Dalam hal ini terjadi yang di dalam istilah MLM di sebut komisi, bonus, dan pasif income. Yang berkerja mendapat imbalan dan orang yang seolah sudah tidak bekerja tetapi terus mendapat keuntungan dari hasil jasanya bahkan walau ia telah wafat.
Melihat perkembangan MLM dalam praktek bisnis barang dan jasa, untuk menetapkan halal haramnya harus dilihat dari jenis barang yang diperjual belikan serta syarat-syarat perpindahan hak milik di antara produsen, perusahaan, penjual, pembeli, dan perantara. Jika memenuhi syarat-syarat sah perpindahan hak milik menurut syariat Islam, maka MLM itu halal bahkan jelas menjadi bagian dari solusi cerdas dalam kesultan ekonomi yang tengah dirasakan oleh umat. Tetapi jika barang yang menjadi komoditasnya haram atau salah satu syarat perpindahan hak milik dengan cara yang dilarang oleh Syareat Islam, maka MLM itu menjadi haram. Jadi halal dan haramnya MLM bergantung atas jenis barang yang diperdagangkan serta muatan syarat-syarat perpindahan hak milik yang ada di dalamnya, baik berupa jual beli atau upah dari jasa.
• Analisis Masalah dan Solusi
Biasanya ketika menganalisis MLM tidak lepas dari beberapa persoalan yang meliputi :
1. Untuk menjadi member (anggota) biasanya pada waktu pendaptaran calon member disyaratkan membayar sejumlah uang tertentu. Dan biasanya diiringi dengan pembelian produk tertentu sekaligus menjadi poin pertama yang didapatkan.
Haram – Apabila terdapat sifat garar (ketidak-jelasan barang apa yang akan didapatkan artinya bisa menguntungkan bisa juga merugikan) dan mengandung unsur maisir, bahkan mengandung dharar. Karena pendaptar dipaksa membeli barang yang belum tentu diharapkan, secara spekulasi/untung-untungan. Apalagi tidak jelas ada dan tidaknya barang yang dijual.
Halal – Apabila calon anggota telah mengetahui barang yang akan dibelinya dan saling rida karena saling menguntungkan. Apalagi dengan rincian jelas peruntukan uang yang dibayarkan pada waktu itu secara objektif.
2. Sering terjadi Monopoli produk tertentu sehingga hanya dijual, dibeli, dan didistribusikan di dalam lingkup mereka saja (ihtikar).
Haram – Apabila menjadikan suatu barang yang dibutuhkan oleh masarakat luas, hanya beredar dilingkungan mereka. Sehingga siapa pun tidak bisa mendapatkannya kecuali menjadi anggota terlebih dahulu. Jelas ini menimbulkan madarat yang luas.
Halal – Apabila barang itu diedarkan pula di luar, atau diproduksi barang sejenis dengan kegunaan atau manfaat yang sama, bisa didapatkan ditempat lain. Atau perusahaan itu atau perusahaan lainnya membuat yang sejenis yang didistribusikan diluar jaringan mereka.
3. Up line menerima komisi, bonus, dan keuntungan lainnya dari hasil usaha/keringat orang lain khususnya dari usaha/keringat down line.
Haram
a. Jika komisi, bonus, atau reward didapatkan oleh Up line dari down line dan down line tidak mendapatkan keuntungan yang setimpal dari hasil penjualan produknya artinya ada hak down line yang dirampas.
b.Apabila menggunakan cara target sales (tutup poin) dalam jangka waktu tertentu. Yaitu umpamanya apabila dalam waktu sebulan tidak mencapai terget maka bonus itu hangus dan segala keuntungan yang telah dihasilkan kembali menjadi milik perusahaan (plush out).
c. Membatasi bonus jaringan hanya pada level tertentu umpamanya hanya sampai sepuluh level, maka walaupun masih terdapat level lebih dan menghasilkan keuntungan, keuntungan akan diambil oleh peusahaan (plush out)
d. Sistim binari (bina kanan bina kiri) yaitu menerapkan keseimbangan jaringan ke sebelah kanan dan kiri secara seimbang. Jika hanya yang sebelah kanan yang berjalan sementara yang sebelah kiri tidak, maka bonus dari jaringan yang jalan sebelah itu menjadi milik perusahaan (plush out). Jelas pada sistem ini mengandung kezaliman, darar, dan mengandung unsur maisir.
Halal –
Apabila unsur kezalinan dan maisirnya dihapuskan.Yaitu :
a. apabila up line dan down line masing-masing mendapat benefit/keuntungan yang sesuai dan wajar sesuai dengan status dan jasanya apapun nama keuntungan tersebut, tanpa ada penghangusan atau diambil oleh perusahaan, baik ke kanan ke kiri, level ke bawah. Jadi, tidak ada hak anggota yang dirampas dengan aturan yang dibuat perusahaan.
b. Tidak menghanguskan keuntungan/perusahaan mengambil keuntungan yang telah dihasilkan dengan alasan tidak mencapai target waktu (tutup poin). Jelasnya yang berhak tetap menerima haknya.
5. Dalam hal pembelian produk sering terdapat pemaksaan dalam membeli produk tersebut.
Haram – Apabila pemaksaan baik oleh perusahaan terhadap member atau Up line terhadap down line dalam pemmbelian produk, padahal produk itu tidak dibutuhkan oleh pembeli.
Halal – Apabila pembelian produk itu sesuai dengan kebutuhan dan keperluan pembeli.
6. Terdapat Praktek perantara (percaloan) atau mediator (simsar).
Haram – apabila terjadi penguasaan harga produk oleh makelar/calo sehingga mengakibatkan kebutuhan tidak terpenuhi serta pelambungan harga yang tidak rasional atau pembohongan/penggelapan harga. Sebab ini mengandung unsur adalah darar dan zalim
Halal – Apabila jadi perantara antara produsen, agen, penjual dan pembeli dan mendapat komisi/keuntungan yang sesuai dengan kesepakatan atau jasanya tanpa ada pihak yang dibohongi atau dirugikan. Hal ini berlaku baik hanya satu perantara atau lebih.
• Kesimpulan :
1. Praktek MLM yang tanpa hanya mempermainkan uang, yaitu perusahaan mengambil uang anggota, dan up line diberi komisi atau bonus diambil dari uang pendaptaran anggota (down line) hukumnya haram
2. MLM yang memperjual-belikan barang/produk yang haram hukumnya haram.
3. MLM yang menggunakan sistem yang mengandung unsur haram hukumnya haram
4. MLM yang memperjual-belikan barang atau produk yang halal dengan sistem yang tidak mengandung unsur yang haram hukum halal.
• Dalil-dalil terlampir
LAMPIRAN DALIL-DALIL
1. Mendapat benefit (keuntungan) dari keringat orang lain tetapi hasil yang sesuai dari jasa menanam, didikan, atau binaan
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي أُبْدِعَ بِي فَاحْمِلْنِي فَقَالَ مَا عِنْدِي فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا أَدُلُّهُ عَلَى مَنْ يَحْمِلُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
Dari Abu Mas’ud Al-Anshari, ia berkata,”Seseorang datang kepada Nabi saw. lalu berkata,’Sesungguhnya saya di perbarukan maka bawalah saya.’ Maka Rasululah menjawab, Saya tidak mempunyainya’ Seseorang berkata,’Wahai Rasulullah, saya menunjukkannya kepada orang yang akan membawanya.’ Rasulullah saw. bersabda,’Siapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, baginya pahala sebanding dengan yang pelakunya’ Sahih Muslim, III; 1503. 1893
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ اِلإنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Dari Abu Huraerah bahwasannya Rasulullah saw telah bersabda,”Apabila manusia mati terputuslah amalnya darinya kecual tiga macam; Sedekah jariah; ilmu yang dimanfaatkan; dan anak saleh yang mendoakannya.” Sahih Muslim, III : 1255
عَنْ أَبِي أُسَيْدٍ مَالِكِ بْنِ رَبِيعَةَ السَّاعِدِيِّ قَالَ بَيْنَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِي سَلَمَةَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا قَالَ نَعَمْ الصَّلاَةُ عَلَيْهِمَا وَالِإسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لاَ تُوصَلُ إِلاَّ بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا
Dari Abu Usaid Malik bin bin Rabi’ah As-Saidi, ia berkata,”Ketika kami berada dekat Rasulullah saw. tiba-tiba datang menghampiri beliau seorang laki-laki dari Bani Salamah, ia berkata,’Wahai Rasulullah, apakah masih tersisa sesuatu dari berbuat baik kepada kedua orang tua saya setelah kewafatan keduanya?’ Beliau menjawab,’Benar, mendoakan kebaikan bagi mereka, memohonkan ampunan bagi mereka, menunaikan janji-janji mereka, menyambungkan selaturahim yang hanya tersambung karena mereka, serta menghormati sahabat-sahabat mereka.’” H.r. Abu Daud, IV : 336, Al-Baehaqi, Syu’abul iman, VI : 199, dan Al-Hakim, IV : 171.
* Haramnya Riba
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ(275)
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Q.s. Albaqarah : 275.
عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ قَالَ قُلْتُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ قَالَ إِنَّمَا نُحَدِّثُ بِمَا سَمِعْنَا
Dari Alqamah dari Abdulah, ia berkata,”Rasulullah saw. melaknat pemakan riba dan yang memberi makannya, beliau bersabda,’Aku katakan,’Pencatatnya, dan dua saksi.’ Ia berkata lagi,’Kami menceritakan hanya yang kami telah mendengarnya.’” H.r. Muslim, III : 1218.
* Menjual barang yang haram
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ عَامَ الْفَتْحِ وَهُوَ بِمَكَّةَ إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَالْأَصْنَامِ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ شُحُومَ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهَا يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ فَقَالَ لاَ هُوَ حَرَامٌ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ إِنَّ اللَّهَ لَمَّا حَرَّمَ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ
Dari Jabir bin Abdulah r.a bahwa ia mendengar Rasulullah saw. telah bersabda waktu Futuh Mekah dan beliau berada di Mekah,”Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamer, bangkai, babi, dan patung-patung sembahan.’ Ditanyakan kepada beliau,’Wahai Rasulullah,’Apa yang anda lihat lemak-lemak bangkai, karena itu hanya dipergunakan melamur perahu mewangikan kulit-kulit dan digunakan penerangan oleh orang-orang?’ Beliau menjawab,’Tidak, tetap dia itu haram’ Dalam pada itu Rasulullah saw. bersabda lagi, ‘Allah membinasakan Yahudi, sesungguhnya Allah telah mengharamkan lemak-lemak (yang diharamkan), mereka mengolahnya kemudian menjualnya lalu memakan harganya. H.r. Sahih Al-Bukhari, IV : 1695 dan Sahih Muslim, III : 1207
* Larangan Jual beli garar dan spekulasi
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
Dari Abu Huraerah, ia berkata,”Rasulullah saw. melarang jual beli dengan lemparan batu dan jual beli yang belum jelas.” Sahih Muslim, III : 1153.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الْمُزَابَنَةِ وَالْمُحَاقَلَةِ وَالْمُزَابَنَةُ اشْتِرَاءُ الثَّمَرِ بِالتَّمْرِ فِي رُءُوسِ النَّخْلِ
Dari Abu Said Al-Khudri r.a bahwasannya Rasulullah saw. melarang muzabanah (menukar barang yang jelas dengan yang tidak jelas), muhaqalah (menjual biji-bijian yang masih diurainya), dan muzabanah (membeli yang masih dipohonnya dengan kering).’” H.r. Mushanaf Ibnu Abu Syaibah, IV : 507.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar