Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Sahabatku, sebelum kuuraikan makna MUTIARA YANG HILANG, tulisan ini kuawali dari sebuah pertanyaan: "Besaran mana antara Matahari dgn Bumi ?".
Jk pertanyaan tsb di atas ditanyakan kpd anak kecil, tentu mereka akan menjawab lebih besar Bumi daripada Matahari
Jk pertanyaan tsb di ats ditanyakan kpd orang terpelajar, tentu mereka menjawab lebih bsaran Matahari daripada Bumi
Jk pertanyaan tsb di atas ditanyakan kpd orang arif, tentu mereka menjawab skalipun Matahari itu besar, ia tidak sebanding dgn kebesaran Tuhan.
Dari ketiga fenomena jawaban di atas, kiranya dpt diambil 3 pemahaman:
(a). Pola pikir anak kecil selalu melihat apa yg tampak. Pola pikir semacam ini disebut TEKSTUAL
(b). Pola pikir orang terpelajar selalu melihat berdasarkan rasionalitas. Pola pikir semacam ini sebut KONTEKSTUAL
(c). Pola pikir orang arif selalu mengedepan sikap pemakluman. Pola pikir semacam ini disebut BIJAKSANA
PERTANYAANNYA ADALAH MANAKAH YANG BENAR ?
Anak kecil tentu tidak salah. Karena memang pola pikirnya baru sebatas itu. Anak kecil hanya melihat apa yg tampak, yg tidak tampak tentu belum bisa dicerna oleh akal mereka. Orang yg terpelajar yg mesti memahami ini. Tidak bisa serta merta menyalahkan jawaban anak kecil, sekalipun jawaban anak kecil itu tidak sesuai fakta. Alankah lucunya jika anak kecil dan orang terpelajar debat soal tsb dan keduanya saling ngotot mempertahankan pendapatnya. hehhehhee
Kenyataan justru hari ini kita saksikan sesama muslim bertengkar layaknya anak kecil, sekalipun usia mereka sudah pd dewasa dan tua-tua. Untuk mengawali kajaian, simaklah kisah berikut.
Dulu di jaman Nabi Muhammad s.a.w, beliau memerintahkan para sahabat untuk pergi ke Bani Quraidzah. Sebelum berangkat Rasululllah s.a.w bersabda:
لا يصلين احدكم العصر الي بي بني قريظه
"Jangan ada SATU ORANG pun yg sholat Ashar, sebelum di Bani Quradzah" (Hr. Bukhari).
Di tengah perjalanan, ternyata Matahari hampir tenggelam, dan mereka belum sholat Ashar. Lalu para sahabat itu berselisih paham, sehingga rombongan terpecah menjadi 2 kubu.
Kubu Pertama, mereka tidak mau sholat Ashar sebelum tiba di tempat tujuan. Menurut mereka, sekalipun waktu Ashar habis, tidak masalah. Selama belum tiba ditujuan, tidak boleh sholat Ashar. Mereka beralasan karena begitulah pesan yg disampaikan Rasulullah "Jangan ada SATU ORANG pun yg sholat Ashar, sebelum di Bani Quradzah". Kalau mereka berani sholat Ashar padahal belum samapai tujuan, itu namanya melanggar perintah Nabi. Pola pikir sahabat Nabi yg model seperti itu tergolong TEKSTUAL.
Kubu Kedua, mereka mengerjakan sholat Ashar sekalipun belum tiba di Bani Quraidzah. Mereka kuatir waktu Asahar akan habis. Menurut mereka, kalau toh mereka sholat Ashar sekalipun belum sampai tujuan, mereka tidak melanggar perintah Nabi dgn alasan bahwa sabda Nabi "Jangan ada SATU ORANG pun yg sholat Ashar, sebelum di Bani Quradzah" mengandung arti kalau mereka berjalan cepat dari Madinah ke Bani Quraidzah, sudah pasti sebelum Magrib sudah tiba di tempat tujuan. Karenanya wajar kalau Rasululullah s.a.w berpesan seperti tsb di atas. Itu artinya pesan Nabi itu tidak bisa dibaca apa adanya seperti bunyi kalimat (teks book). Pesan nabi mesti dibaca secara cerdas, sesuai konteksnya. Sahabat yg berpikiran model seperti ini tergolong KONTEKSTAL.
Mendengar pertengkaran mereka (kaum tekstualis dgn kaum kontekstualis), Rasulullah s.a.w cuma tersenyum. Oleh para Muhaditsin (ulama ahli hadits), senyumnya Nabi dinilai sebagai sikap yg tidak menyalahkan kedua kubu yg berseteru. Kudua kubu dianggap benar karena masing-masing orang memiliki DAYA POLA PIKIR YG BERBEDA. Pola pikir orang yg tekstual, tentu tidak bisa dibawa ke alam kontekstual. Itu persis dgn ilustrasiku di atas terkait anak kecil dgn orang terpelajar dlm memandang Matahari dgn Bumi.
SIKAP MEMAKLUMI POLA PIKIR ORANG LAIN INILAH yg kusebut MUTIARA YANG HILANG.
Hari ini kita saksikan masing-masing orang saling merasa benar.
Bahkan ada juga sekelompok orang yg berani menuduh kafir lantaran berbeda pola pikir
Jika kita teliti dgn seksama, banyak ayat-ayat al-Quran yg jika kita baca menimbulkan 2 pemahaman: tekstual dan kontekstual.
MENGAPA TERJADI PERBEDAAN DALAM MEMAHAMI AYAT-AYAT AL-QURAN ? Jawabannynya hal itu tidak lepas bahwa manusia punya akal pikiran. Dan akal pikiran manusia tidak sama. Ada yg pola pikirnya tekstual, dan ada yg pola pikirnya kontekstual, SEPERTI KASUS PARA SAHABAT YG KUCERITAKAN DI ATAS.
Dan dalam menghadapi fenomena di atas, tidak dibutuhkan mana yg benar dan mana yg salah. Semunya bisa benar, dan semuanya bisa salah. Sikap yg paling benar adalah sikap seperti yg ditunjukkan Rasulullah s.a.w, yaitu MEMAKLUMINYA. Sikap pemakluman inilah yg hilang dari diri kita. Pemakluman adalah simbol kebijaksaan. Kebijaksaan sinonim dgn adil.
Dlm QS. 5:8 disebutkan bahwa adil itu dekat dengan taqwa. Kalau ingin menjadi taqwa mesti adil dulu. Adil itu sinonim dgn bijaksana. Salah satu sikap bijaksana adalah kemampuan memaklumi orang lain. Jika hari ini kita tidak bisa memaklumi pola pikir orang lain, tentu kita tergolong orang yg tidak bijaksana. Dan jika kita tergolong orang yg tidak bijaksana, maka kita tergolong orang yg tidak adil. Dan jika kita tergolong orang yg tidak adil, maka kita bukan orang yg bertaqwa. Sungguh Allah sangat benci pd orang yg tidak adil.
BAGAIMANAKAH DIRI KITA SAAT INI: apakah diri kita tergolong orang yg pandai memaklumi pola pikir orang lain ?
Tidak ada komentar :
Posting Komentar