8. CARA MENGAMBIL HUKUM.
Untuk menentukan hukum bagi sesuatu masalah: apakah wajib, sunnat, haram,
makruh atau mubah, sedikit-banyak
perlu dipelajari 'ILMU USHUL FIQH. Sebagai contoh :
a. kita dapat satu Hadiets yang berbunyi :
Artinya : Nahi s.a w.. bersabda : Berwudlu'lah sesudah (makan) sesuatu yang
disentuh oleh api (= daging).
b. Kalau Hadits itu akan kita jadikan pembicaraan, hendaklah lebih dahulu kita
periksa siapa yang meriwayatkanya. Kita dapati bahwa Hadiets itu diriwayatkan
oleh Muslim (1 : 134). Juga ada diriwayatkan oleh ahli Hadits yang lain,
seperti Imam Ahmad dan Nasa-i.
c. Sesudah itu, kita periksa pula : shahkah Hadits itu atau tidak? Terdapat
bahwa Hadiets itu shah, terutama pula dia diriwayatkan oleh Imam Muslim.
d. Lalu baru kita perbincangkan tentang „hukum" yang ada dalam Hadiets
itu. Dalam Hadits itu ada „perintah" berwudlu'. Tiap-tiap perintah Agama
pada asalnya „wajib". Menurut ketentuan ini, maka w a j i b berwudlu' sesudah makan daging.
e. Sesudah itu kita mencari keterangan lain. Terdapat ada riwayat begini :
Artinya : Dan Ibnu 'Abbas, bahwa Nabi s.a.w. pernah
makan yang ada pada tulang atau daging, kemudian Nabi s.a.w. shalat dengan t i
d a k berwudlu', atau tidak menyentuh air.
(Shahieh riwayat Muslira 1 : 134)
Di atas tadi diperintah “berwudlu',
tetapi dalam hadiets ini, dikatakan bahwa “Nabi s.a.w. tidak berwudlu'. Ini menunjukkan bahwa berwudlu' sesudah makan daging itu TIDAK WAJIB. Kalau “tidak wajib” berarti “sunnat” berwudlu. Maka hadiets ini sebagai satu keterangan
yang merubah hukum “wajib” tersebut dipermulaan, menjadi hukum “sunnat”.
f. Kita lanjutkan pemeriksaan. Melihat
Hadiets riwayat Ibnu 'Abbas yang menyatakan bahwa „Nabi s.a.w. tidak Berwudlu' “sesudah makan daging" itu, dapatlah kita mengambil ketentuan bahwa “makan daging" itu, tidak membatalkan wudlu'. Berdasar kepada ini, maka dalam soal makan daging
itu, tidak perlu ada pembicaraan “wudlu" seperti yang kita ketahui.
Maka perintah “berwudlu'lah"
dalam Hadits pertama itu, bukanlah dengan arti wudlu' yang sudah ma'lum, yaitu
cuci muka, cuci tangan, cuci kaki dan usap kepala, tetapi dengan arti “cucilah" atau “basuhlah",
yakni “basuhlah" kedua tangan dan mulut kamu “sesudah makan daging".
Kita memakai arti "basuhlah" menurut bahasa itu, lebih kena
daripada memakai arti
"wudlu" menurut yang terpakai dalam Syara'.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar