12. "MAH-SHUR"
DAN YANG BUKAN “MAH-SHUR".
Diantara ayat-ayat Quran dan Hadiets-hadiets Nabi s.a.w., ada yang memakai
lafazh "in-na-maa" atau "an-na-maa". Susunan yang memakai
lafazh tersebut, dikatakan "mah-shur", artinya :
"terbatas", yakni : isi atau ketentuan yang ada dalam susunan itu,
terbatas menurut apa yang ada disitu, tidak boleh ditambah atau dikurangi.
Begitu juga susunan yang diawalnya ada kata-kata : maa, laa, lam, laisa, lalu
ditengah-tengahnya ada kata-kata "il-laa”. Susunan yang ada "maa"
dan "illaa" itu, disebut "mus-tats-naa", tetapi termasuk
dalam bagian "mah-shur".
Sebagai contoh. Nabi sa.w. bersabda :
Artinya : H a n y a aku diperintah berwudlu',
apabila aku hendak mengerjakan shalat. (H.S.R.
Nasa-ie)
Jadl “wudlu" itu hanya untuk shalat, tidak untuk
yang lainnya.
Maka “yang bukan mah-shur" itu, ialah yang tidak
memakai kata-kata tersebut diatas atau yang seumpamanya.
Susunan yang tidak mah-shur itu, boleh menerima tambahan atau pengecualian.
Umpamanya : Firman Allah s.w.t.
Artinya : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang
berzina, maka hendaklah kamu dera tiap-tiap seorang dari mereka, seratus
deraan.
(An-Nur 2)
Ayat ini tidak mah-shur. Karena itu, ia boleh menerima
tambahan. Dalam Hadiets ada tambahan “rejam"
bagi orang yang berzina yang sudah kawin.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar