Minggu, 28 April 2013

"MAH-SHUR" DAN YANG BUKAN “MAH-SHUR" - Ushul Fiqh 12

12. "MAH-SHUR" DAN YANG BUKAN MAH-SHUR".
Diantara ayat-ayat Quran dan Hadiets-hadiets Nabi s.a.w., ada yang memakai lafazh "in-na-maa" atau "an-na-maa". Susunan yang me­makai lafazh tersebut, dikatakan "mah-shur", artinya : "terbatas", yakni : isi atau ketentuan yang ada dalam susunan itu, terbatas menurut apa yang ada disitu, tidak boleh ditambah atau dikurangi. Begitu juga susunan yang diawalnya ada kata-kata : maa, laa, lam, laisa, lalu ditengah-tengahnya ada kata-kata "il-laa”. Susunan yang ada "maa" dan "illaa" itu, disebut "mus-tats-naa", tetapi termasuk dalam bagian "mah-shur".
Sebagai contoh. Nabi sa.w. bersabda :

Artinya : H a n y a aku diperintah berwudlu', apabila aku hendak mengerjakan shalat.  (H.S.R. Nasa-ie)
Jadl wudlu" itu hanya untuk shalat, tidak untuk yang lainnya.
Maka yang bukan mah-shur" itu, ialah yang tidak memakai kata-kata tersebut diatas atau yang seumpamanya.
Susunan yang tidak mah-shur itu, boleh menerima tambahan atau pengecualian.
Umpamanya : Firman Allah s.w.t.
Artinya : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka hendaklah kamu dera tiap-tiap seorang dari mereka, seratus deraan.
(An-Nur 2)
Ayat ini tidak mah-shur. Karena itu, ia boleh menerima tambahan. Dalam Hadiets ada tambahan rejam" bagi orang yang berzina yang sudah kawin.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar