10. SHIFAT DARURAT.
Dalam Agama kita, ada dikatakan, bahwa barang siapa “darurat" berbuat sesuatu yang asalnya haram, maka tidaklah berdosa
kalau ia mengerjakannya.
Orang sering mempermudah pengertian "darurat" itu. Kalau ditanya
"Mengapa saudara mengerjakan itu", sering kita mendapat jawaban
"Saya terpaksa" (= darurat) berbuat demikian", padahal setelah diketahui ternyata bahwa soalnya
itu, hanya soal "malu" saja. Kalau ada orang Islam mengerjakan
sesuatu pelanggaran Agama, lalu kita bertanya : "Mengapa saudara berbuat
demikian?" jawabnya: "Saya terpaksa berbuat demikian", padahal
dasarnya karena ketakutan yang terbayang dalam fikirannya. Dan lain-lain lagi.
Seolah-olah hal "darurat" atau "terpaksa" itu menurut
ukuran dan kehendak masing-masing.
Hendaklah diketahui bahwa kata-kata "terpaksa" itu salinan dari
kata-kata "udl-thur-ra" yang ada dalam Quran.
"Udl-thurra" itu, ashal dari kata-kata "dla-rar".
Di antara arti-artinya, adalah : berlindung, berpegang kepada sesuatu,
menyandarkan diri kepada sesuatu. Dalam bahasa Indoneaia kata-kata „dlarra" itu mempunyai arti : “membahayakan”, “menyusahkan” dan sebagainya.
Maka soal "malu", "segan", "takut"
(bayangan), "khawatir ejekan", "khawathir diboikot",
"khawathir diasingkan". "khawathir dipenjara" dan
sebagainya itu, bukanlah dlarrar yang ditujukan oleh Agama, karena hal-hal
tersebut, bukan hal-hal yang
sebenarnya membahayakan kita.
Karena itu, janganlah hendaknya kita permudah soal "darurat"
itu.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar